Sampah
seringkali dianggap sebelah mata oleh masyarakat, karena menurut mereka sampah
merupakan sesuatu yang tidak berguna dan tidak bisa diolah kembali, sehingga
perlu dijauhkan dari kehidupan mereka. Mayoritas masyarakat kurang peduli
terhadap sampah itu sendiri, hal ini terlihat dari bagaimana mereka memperlakukan
sampah yang dinilai masih kurang. Perilaku tidak memisahkan sampah organik dan
sampah anorganik adalah salah satu contohnya. Sampah organik merupakan sampah
yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur. Sedangkan
sampah anorganik merupakan sampah yang memerlukan proses berpuluh tahun agar
hancur, seperti plastik, kaleng, botol, besi
dan sebagainya. Memperlakukan sampah dengan membuang ke sungai merupakan
bentuk dari pencemaran sungai. Hal ini dapat mengakibatkan ekosistem sungai
menjadi rusak, seperti ikan mati dan lain-lain. Selain itu perilaku membuang
sampah ke sungai dapat mengakibatkan banjir yang berdampak dengan munculnya
berbagai wabah penyakit terlebih penyakit kulit dan dapat merusak rumah serta
fasilitas umum yang ada di sekitar sungai. Masyarakat juga memperlakukan sampah
dengan dibakar di halaman rumah masing-masing. Hal ini merupakan bentuk dari
pencemaran udara. Asap dari sampah yang dibakar dapat mengganggu tetangga dan
orang yang lewat. Sisa pembakaran sampah yang dibiarkan begitu saja akan tertiup
angin dan mengotori rumah di sekitarnya. Namun lebih dari itu hal ini dapat
menggangu kesehatan masyarakat itu sendiri.
Sampah
yang dititipkan oleh sebagian masyarakat ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir)
diperlakukan dengan ditimbun kemudian sampah dibakar lalu ditimbun lagi oleh
sampah dan hal itu dilakukan secara berulang-ulang. Timbunan sampah ini bisa
mengakibatkan gangguan kesehatan, seperti gangguan pernapasan, penyakit kulit
dan lain-lain, serta bau yang tidak sedap bagi masyarakat. Terlebih lagi jika
sampah itu dibakar akan menimbulkan limbah yang dapat mencemari udara dan
ekosistem sekitar.
Oleh
karena itu, dibutuhkan sistem pengolahan sampah yang mampu memberikan dampak
positif bagi lingkungan sekitar dan kehidupan
manusia. Belajar dari negara lain yang mengolah sampah dengan sistem
yang cukup baik seperti di negara Jepang. Jepang telah membuat peraturan
tentang pengelolaan sampah, yang diatur oleh pemerintah kota. Negara ini bisa mendidik masyarakatnya untuk lebih rajin dalam pengelolaan sampah. Warga diajak untuk memisahkan tutup botol, label botol dan botol itu sendiri mulai dari pertama kali warga membuangnya. Dalam kotak kemasan susu atau jus, terdapat instruksi cara menggunting dan melipat kemasan sedemikian rupa sebelum dibuang ke dalam
kotak sampah. Tujuan semua ini adalah untuk memudahkan proses daur ulang sampah.
Sedangkan di Eropa, panduan dasar pengelolaan sampah sudah dikeluarkan untuk sebagian besar negaranya.
Di Belanda, sampah dibakar dengan teknologi pembakaran sampah yang modern. Teknologi
itu memungkinkan pembakaran tidak menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan. Sebelum
dibakar sampah dipilah-pilah, bahkan sejak dari rumah. Hanya yang tidak
membahayakan kesehatan yang boleh dibakar. Sampah yang memproduksi gas beracun
ketika dibakar harus diamankan dan tidak boleh dibakar. Yang lebih
menggembirakan selain bisa memusnahkan sampah, ternyata pembakaran itu juga
dapat membangkitkan listrik. Di Swedia, dasar
pengelolaan sampah diletakkan pada minimasi sampah dan pemanfaatan sampah
sebagai sumber energi. Senyawa
beracun yang terkandung dalam sampah harus dikurangi sejak pada tingkat
produksi. Sedangkan di Jerman, terdapat perusahaan yang dipercayakan untuk menangani kemasan bekas seperti
plastik, kertas, botol, metal dan sebagainya di seluruh negeri, yaitu
DSD/AG (Dual System Germany Co). DSD dibiayai oleh perusahaan-perusahaan yang
produknya menggunakan kemasan. DSD bertanggung jawab untuk memungut, memilah
dan mendaur ulang kemasan bekas. Di negara-negara maju
yang lain seperti Denmark, Swiss, Amerika dan Perancis. Mereka telah
memaksimalkan proses pengolahan sampah. Tidak hanya mengatasi bau busuk saja
tapi telah merubah sampah-sampah ini menjadi energi listrik. Khusus di Denmark 54
% sampah dijadikan energi listrik.
Sedangkan di
negara tetangga seperti Malaysia salah satu upaya terobosannya adalah
sistem pengolahan sampah akhir yang menghasilkan energi
listrik yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pada skala lingkungan melalui program
waste to energy, hal ini sudah diterapkan di Johor,
Malaysia.
Di Singapura digunakan teknologi insenerator karena sangat efektif mereduksi
90% limbah padat, dan umur TPA bisa 5 kali lebih lama daripada umur sebenarnya.
Insenerator adalah alat pemusnah sampah/limbah baik itu dari rumah tangga,
industri, rumah sakit, termasuk sampah/limbah beracun, ignitable, korosif atau
reaktif baik berbentuk plastik, padat maupun cairan yang mengandung hidrokarbon
(seperti oli dan minyak bekas), sehingga alat ini dirancang berdasarkan cara dan
tingkatan perlakuan, karakteristik limbah,
volume limbah
dan
sebagainya. Selain itu, energi panas yang dihasilkan
insenerator dikirimkan ke pembangkit listrik, sehingga bisa dikatakan instalasi
itu merupakan pembangkit listrik tenaga sampah.
Di
Bali, proyek pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi listrik mulai
akhir tahun 2005. Dibangun di Tempat Penampungan Akhir (TPA) Suwung Denpasar,
di atas lahan seluas 10 hektar. Ketua Badan Pengelola Kebersihan Sarbagita,
Made Sudarma, mengatakan proyek ini akan menggabungkan tiga cara dalam
mengelola sampah. Sampah lama dikelola dengan teknologi landfill,
yakni, dengan mengumpulkan seluruh sampah lama dan menutup permukaannya dengan
tanah. Lalu, lewat pipa yang dipasang di dalamnya, gas methan ditangkap dan
digunakan untuk mengeringkan sampah. Dalam beberapa tahun, kata Sudarma, volume
tumpukan akan mengempis. Cairan yang keluar dari sampah selama proses itu tak
akan menjadi limbah karena ditampung dan dikelola dalam instalasi khusus water
treatment. Untuk sampah baru, prosesnya akan dipilah dulu. Sampah basah
(macam kayu, daun, kertas) dicacah lalu dimasukkan dalam digester (pengering)
yang nantinya menghasilkan biogas dan kompos. Teknologi ini dinamakan Anaerobic
Digestion. Sedangkan sampah baru kering (seperti plastik) akan diolah
dengan teknologi pirolisis dan gasification, yakni dengan
pemanasan tinggi tanpa oksigen yang menghasilkan gas dan digunakan untuk
menggerakkan turbin. Teknologi ini mengatasi dua persoalan sekaligus. Energi
alternatif dan pengolahan sampah.
Sehingga
dibutuhkan pengolahan sampah yang baik agar lingkungan menjadi lebih terjaga
dari polusi yang dihasilkan oleh sampah dan masyarakat menjadi lebih sehat
seperti yang telah dilakukan di negara
lain.
Salah satu pengolahan sampah yang baik adalah dengan menjadikan sampah sebagai
pembangkit listrik. Hal ini memang jarang dilakukan oleh negara lain, namun
banyak manfaat jika hal ini direalisasikan, antara lain sampah dapat menjadi
sumber energi yang tidak pernah habis. Dengan dijadikan sampah sebagai
pembangkit listrik, sampah yang awalnya terlihat menjijikan dan mengotori
lingkungan dapat bermanfaat bagi orang banyak. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
ini dapat menjadi pembangkit listrik baru untuk daerah yang belum teraliri oleh
listrik.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar