Minggu, 07 Juli 2013

PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah)


Sampah seringkali dianggap sebelah mata oleh masyarakat, karena menurut mereka sampah merupakan sesuatu yang tidak berguna dan tidak bisa diolah kembali, sehingga perlu dijauhkan dari kehidupan mereka. Mayoritas masyarakat kurang peduli terhadap sampah itu sendiri, hal ini terlihat dari bagaimana mereka memperlakukan sampah yang dinilai masih kurang. Perilaku tidak memisahkan sampah organik dan sampah anorganik adalah salah satu contohnya. Sampah organik merupakan sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur. Sedangkan sampah anorganik merupakan sampah yang memerlukan proses berpuluh tahun agar hancur, seperti plastik, kaleng, botol, besi  dan sebagainya. Memperlakukan sampah dengan membuang ke sungai merupakan bentuk dari pencemaran sungai. Hal ini dapat mengakibatkan ekosistem sungai menjadi rusak, seperti ikan mati dan lain-lain. Selain itu perilaku membuang sampah ke sungai dapat mengakibatkan banjir yang berdampak dengan munculnya berbagai wabah penyakit terlebih penyakit kulit dan dapat merusak rumah serta fasilitas umum yang ada di sekitar sungai. Masyarakat juga memperlakukan sampah dengan dibakar di halaman rumah masing-masing. Hal ini merupakan bentuk dari pencemaran udara. Asap dari sampah yang dibakar dapat mengganggu tetangga dan orang yang lewat. Sisa pembakaran sampah yang dibiarkan begitu saja akan tertiup angin dan mengotori rumah di sekitarnya. Namun lebih dari itu hal ini dapat menggangu kesehatan masyarakat itu sendiri.
Sampah yang dititipkan oleh sebagian masyarakat ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) diperlakukan dengan ditimbun kemudian sampah dibakar lalu ditimbun lagi oleh sampah dan hal itu dilakukan secara berulang-ulang. Timbunan sampah ini bisa mengakibatkan gangguan kesehatan, seperti gangguan pernapasan, penyakit kulit dan lain-lain, serta bau yang tidak sedap bagi masyarakat. Terlebih lagi jika sampah itu dibakar akan menimbulkan limbah yang dapat mencemari udara dan ekosistem sekitar.
Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pengolahan sampah yang mampu memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar dan kehidupan  manusia. Belajar dari negara lain yang mengolah sampah dengan sistem yang cukup baik seperti di negara Jepang. Jepang telah membuat peraturan tentang pengelolaan sampah, yang diatur oleh pemerintah kota. Negara ini bisa mendidik masyarakatnya untuk lebih rajin dalam pengelolaan sampah. Warga diajak untuk memisahkan tutup botol, label botol dan botol itu sendiri mulai dari pertama kali warga membuangnya. Dalam kotak kemasan susu atau jus, terdapat instruksi cara menggunting dan melipat kemasan sedemikian rupa sebelum dibuang ke dalam kotak sampah. Tujuan semua ini adalah untuk memudahkan proses daur ulang sampah.
Sedangkan di Eropa, panduan dasar pengelolaan sampah sudah dikeluarkan untuk sebagian besar negaranya. Di Belanda, sampah dibakar dengan teknologi pembakaran sampah yang modern. Teknologi itu memungkinkan pembakaran tidak menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan. Sebelum dibakar sampah dipilah-pilah, bahkan sejak dari rumah. Hanya yang tidak membahayakan kesehatan yang boleh dibakar. Sampah yang memproduksi gas beracun ketika dibakar harus diamankan dan tidak boleh dibakar. Yang lebih menggembirakan selain bisa memusnahkan sampah, ternyata pembakaran itu juga dapat membangkitkan listrik. Di Swedia, dasar pengelolaan sampah diletakkan pada minimasi sampah dan pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Senyawa beracun yang terkandung dalam sampah harus dikurangi sejak pada tingkat produksi. Sedangkan di Jerman, terdapat perusahaan yang dipercayakan untuk menangani kemasan bekas seperti plastik, kertas, botol, metal dan sebagainya di seluruh negeri, yaitu DSD/AG (Dual System Germany Co). DSD dibiayai oleh perusahaan-perusahaan yang produknya menggunakan kemasan. DSD bertanggung jawab untuk memungut, memilah dan mendaur ulang kemasan bekas. Di negara-negara maju yang lain seperti Denmark, Swiss, Amerika dan Perancis. Mereka telah memaksimalkan proses pengolahan sampah. Tidak hanya mengatasi bau busuk saja tapi telah merubah sampah-sampah ini menjadi energi listrik. Khusus di Denmark 54 % sampah dijadikan energi listrik.
Sedangkan di negara tetangga seperti Malaysia salah satu upaya terobosannya  adalah sistem pengolahan sampah akhir yang menghasilkan energi listrik yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pada skala lingkungan melalui program waste to energy, hal ini sudah diterapkan di Johor, Malaysia. Di Singapura digunakan teknologi insenerator karena sangat efektif mereduksi 90% limbah padat, dan umur TPA bisa 5 kali lebih lama daripada umur sebenarnya. Insenerator adalah alat pemusnah sampah/limbah baik itu dari rumah tangga, industri, rumah sakit, termasuk sampah/limbah beracun, ignitable, korosif atau reaktif baik berbentuk plastik, padat maupun cairan yang mengandung hidrokarbon (seperti oli dan minyak bekas), sehingga alat ini dirancang berdasarkan cara dan tingkatan perlakuan, karakteristik limbah, volume limbah dan sebagainya. Selain itu, energi panas yang dihasilkan insenerator dikirimkan ke pembangkit listrik, sehingga bisa dikatakan instalasi itu merupakan pembangkit listrik tenaga sampah.
Di Bali, proyek pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi listrik mulai akhir tahun 2005. Dibangun di Tempat Penampungan Akhir (TPA) Suwung Denpasar, di atas lahan seluas 10 hektar. Ketua Badan Pengelola Kebersihan Sarbagita, Made Sudarma, mengatakan proyek ini akan menggabungkan tiga cara dalam mengelola sampah. Sampah lama dikelola dengan teknologi landfill, yakni, dengan mengumpulkan seluruh sampah lama dan menutup permukaannya dengan tanah. Lalu, lewat pipa yang dipasang di dalamnya, gas methan ditangkap dan digunakan untuk mengeringkan sampah. Dalam beberapa tahun, kata Sudarma, volume tumpukan akan mengempis. Cairan yang keluar dari sampah selama proses itu tak akan menjadi limbah karena ditampung dan dikelola dalam instalasi khusus water treatment. Untuk sampah baru, prosesnya akan dipilah dulu. Sampah basah (macam kayu, daun, kertas) dicacah lalu dimasukkan dalam digester (pengering) yang nantinya menghasilkan biogas dan kompos. Teknologi ini dinamakan Anaerobic Digestion. Sedangkan sampah baru kering (seperti plastik) akan diolah dengan teknologi pirolisis dan gasification, yakni dengan pemanasan tinggi tanpa oksigen yang menghasilkan gas dan digunakan untuk menggerakkan turbin. Teknologi ini mengatasi dua persoalan sekaligus. Energi alternatif dan pengolahan sampah.
Sehingga dibutuhkan pengolahan sampah yang baik agar lingkungan menjadi lebih terjaga dari polusi yang dihasilkan oleh sampah dan masyarakat menjadi lebih sehat seperti yang telah dilakukan di  negara lain. Salah satu pengolahan sampah yang baik adalah dengan menjadikan sampah sebagai pembangkit listrik. Hal ini memang jarang dilakukan oleh negara lain, namun banyak manfaat jika hal ini direalisasikan, antara lain sampah dapat menjadi sumber energi yang tidak pernah habis. Dengan dijadikan sampah sebagai pembangkit listrik, sampah yang awalnya terlihat menjijikan dan mengotori lingkungan dapat bermanfaat bagi orang banyak. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah ini dapat menjadi pembangkit listrik baru untuk daerah yang belum teraliri oleh listrik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...